“Mungkin hatimu kan sakit sekali ketika ada
yang menyakitimu, tapi ketahuilah bahwa orang yang menyakiti lebih sakit
daripada orang yang disakiti” film Paa
Kalimat itulah yang kini terjadi padaku,
kalimat itu jugalah yang pantas untukku dimana akulah orang yang menyakiti
itu..
Kemaren, hari pertama bekerja setelah liburan
dari singapura, kesalahan pertama yang ku lakukan ialah tidak memenuhi tugas ku
untuk pergi ke klien (PTPN) pagi kemaren, dengan kondisi tidak enak, aku
dibatalkan ikut dan diberi peringatan, itulah aku.
Jantungku seperti akan lepas karena berdetak
terlalu kencang, paru-paruku seperti mengecil hingga tak bisa bernafas. Aku..
sangat sakit.
Terlalu lelah menangis di kantor, ku pulanh
dan mengerjakan banyak sekali pekerjaan kost, hal ini hanyalah sebagai
pelampiasan atas perasaan bersalah ini. Hingga lelah tak tertahankan lagi
membuat ku tertidur, pukul 4 pagi akupun bangun dan tak bisa tertidur lagi..
bukan karena apapun, tapi karena ku terlalu banyak memikirkan ini,.
Kemarin magrib, pak tat (PIC Project PTPN V)
balik lagi ke kantor setelah ada pembahasan sejak pagi. Masuk kantor dan tidak
lagi melihatku, ya benat,, tidak lagi melihatku. Tak seperti biasanya, datang
dan selalu menyapaku. Rasanya saakkiiiiiiiitttt sekali. Aku tak bisa bernafas
lega,, dan air mata ini tak bisa berhenti mengalir. Sessak sekali..
Aku sering menangis, sering sekali. Terlalu
lelah, aku menangis; terlalu marah aku juga menangis. Tapi menangisku kala ini
sangat menyesakkan, sesenggukan. Sesenggukan itulah yang mencirikan betapa
dalamnya rasa sakitku.
Malam itu, masih ada mbak Beby dan Dwi
(Sahabatku) yang menemani tangisan keluarnya air mata ini. Mereka bilang ini adalah masalah kecil. Tapi
kenapa ekspresi pak tat se-begiitu-nya sama aku, aku merasa bahwa ini adalah
masalah besar san sangar besar. Dia datang tanpa sapa, lalu tanpa melihat, dan
beberapa saat kemudian pulang, hingga aku tak berani mencegahnya untuk sekedar
“minta maaf”.
Menurutku “minta maaf adalah hal yang sangat
sulit (bukan karena gengsi) tapi karena mungkin Dia (yang kita sakiti)
jangankan mau mendengarkan permohonan maafmu, kau disampingnya saja Dia takkan
melihat. Jadi berusahalah untuk tidak meminta maaf hingga kadar seperti ini,
mungkin bukan hanya Dia yang sakit, tapi kau yang lebih sakit.”
Berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,
sudah terikrar didalam hati. Aku.. takkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar